3:36 AM
0

Cahaya membawaku ke bulan

Cahaya membawaku ke bulan? Lebih tepatnya sinar laser membawaku ke bulan! Karena pesawat dengan teknologi baru ini memanfaatkan sinar laser untuk mengangkatnya ke udara dan terbang menuju luar angkasa.
            Cahaya merupakan energi yang menyertai dari proses perpindahan elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah (kembalinya elektron yang sudah tereksitasi ke tempatnya semula). Elektron tersebut berada dalam keadaan tereksitasi karena diberikan energi (misalnya energi panas). Untuk kembali ke keadaan awalnya energi tersebut harus dilepaskan kembali (dilepaskan dalam bentuk energi cahaya). Sinar LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) mempunyai karakteristik tersendiri: monokromatik (satu panjang gelombang yang spesifik), koheren (pada frekuensi yang sama), dan menuju satu arah yang sama sehingga cahayanya menjadi sangat kuat, terkonsentrasi, dan terkoordinir dengan baik. Cahaya biasa (bukan sinar laser) memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda, dengan frekuensi berbeda-beda pula (incoherent light) sehingga cahayanya termasuk cahaya yang lemah.
            Untuk mendapatkan cahaya yang monokromatik, koheren, terkonsentrasi, dan menuju satu arah yang sama diperlukan teknologi yang dapat mengendalikan emisi cahaya. Bagaimana cara mengontrol emisi cahaya ini? Dengan menggunakan bantuan cermin!


            Pada Gambar 1 kita melihat dua buah cermin yang diletakkan di kedua ujung batu ruby. Salah satu cermin dibuat half-silvered (hanya memantulkan sebagian cahaya; sementara cahaya yang tidak dipantulkan dapat menerobos keluar). Ruby diberi stimulasi energi (disinari dengan cahaya) sehingga beberapa elektronnya tereksitasi. Kemudian elektron yang tereksitasi ini berusaha kembali ke tingkat energi awal dengan melepaskan cahaya (foton). Cahaya ini memantul-mantul pada permukaan cermin dan menyinari elektron-elektron ‘tetangga’nya sehingga menyebabkan tereksitasinya para elektron ‘tetangga’ tersebut. Elektronelektron ini kemudian juga mengemisikan cahaya untuk kembali ke keadaan normalnya. Begitu seterusnya! Seperti reaksi berantai!
            Sebagian cahaya berhasil menerobos keluar dari half-silvered mirror. Sinar ini merupakan sinar yang monokromatik, koheren, dan berfasa tunggal (single phase). Sinar inilah yang kita kenal sebagai sinar laser.
            Energi dari sinar laser inilah yang digunakan untuk mengirimkan pesawat masa depan ke luar angkasa. Sinar laser ditembakkan ke bagian bawah pesawat yang memiliki cermin berbentuk parabola (Gambar 2) yang berfungsi untuk menerima dan memfokuskan sinar laser. Sinar laser yang sudah difokuskan tersebut kemudian memanaskan udara di sekitarnya sampai ‘meledak’ sehingga ledakannya ini dapat digunakan sebagai tenaga pendorong pesawat.

            Sebelum lepas landas, pesawat yang bentuknya unik ini diputar (menggunakan udara yang dikompresi) sampai 10.000 putaran per menit (10.000 rpm). Ini dimaksudkan untuk menstabilkan pesawat secara giroskopik (seperti gasing yang stabil saat sedang berputar cepat) sehingga mudah terangkat ke angkasa. Sesudah itu sinar laser dinyalakan dan diarahkan pada pesawat super ringan ini. Pada pesawat mini (terbuat dari bahan aluminium dengan diameter 12,2 cm) yang digunakan untuk ujicoba, sinar yang digunakan adalah sinar laser yang dihasilkan oleh karbon dioksida, dengan kekuatan 10 kW dan berpulsasi pada frekuensi 25-28 Hz. Pulsa sinar laser ini dapat menjaga pesawat untuk tetap terangkat di udara. Energi dari sinar laser yang difokuskan oleh cermin parabola ini kemudian memanaskan udara yang berada di ruangan absorpsi di bagian bawah pesawat. Udara di dalam ruang absorpsi ini merupakan udara di sekitar pesawat yang diarahkan masuk sehingga dapat dipanaskan sampai temperature 10.000-30.000oC. Temperatur ini jauh lebih tinggi dari temperatur pada permukaan matahari sehingga udara mengalami ekspansi dan terkonversi menjadi plasma. Plasma yang super panas inilah yang kemudian meledak dan mendorong pesawat pada kecepatan tinggi. Saat diujicoba pada bulan Oktober 2000, pesawat mini yang massanya hanya 50 gram itu berhasil mencapai ketinggian maksimum 71 meter. Untuk mengirimkan sebuah pesawat luar angkasa yang massanya 1 kg
(terbuat dari bahan silikon karbida) dibutuhkan sinar laser dengan kekuatan 1 MW. Sinar laser sekuat itu mampu mengirimkan pesawat untuk mencapai orbit yang tidak terlalu tinggi. Untuk mengirimkan pesawat menuju orbit yang lebih jauh lagi dibutuhkan laser yang lebih kuat lagi (bisa mencapai 1 GigaWatt). Karena itu teknologi sinar laser merupakan kunci utama pengembangan lightcraft yang canggih ini. Selain itu pesawat juga harus dilengkapi dengan cadangan hydrogen (sedikit saja) untuk digunakan saat pesawat melewati lapisan atmosfer yang kandungan udaranya sangat sedikit atau saat mencapai kecepatan 5,5 kali kecepatan suara. Pesawat futuristik ini tidak perlu membawa laser selama meluncur di udara. Sumber sinar laser tetap berada di bumi sehingga tidak menambah berat beban yang harus dibawa pesawat.     Rancangan lainnya melibatkan sebuah stasiun penghasil sinar laser (laser power station) yang ditempatkan di luar angkasa (mengorbit di luar angkasa). Karena itulah pesawat ini menjadi sangat ringan dan dapat ‘dilemparkan’ oleh sinar laser ke luar angkasa dengan sangat mudah. Selain ringan dan cepat, pesawat ini juga sangat ramah lingkungan karena sama sekali tidak menghasilkan polusi.
            Ada variasi lain dari teknologi yang memanfaatkan cahaya untuk misi luar angkasa ini. Kali ini cahaya tidak digunakan sebagai tenaga pendorong pesawat, tetapi justru digunakan untuk menarik pesawat ke angkasa. Karena digunakan untuk menarik pesawat, sumber cahayanya tidak berasal dari bumi, melainkan dari stasiun yang mengorbit di luar angkasa. Stasiun luar angkasa ini memiliki diameter 1 km dan mampu menghasilkan tenaga sampai 20 GigaWatt. Cahaya yang digunakan untuk menghasilkan energi adalah cahaya matahari yang ditangkap oleh stasiun luar angkasa tadi. Di stasiun luar angkasa tersebut cahaya matahari yang berhasil ditangkap kemudian dikonversi menjadi gelombang mikro (microwave) yang nantinya dikirimkan ke pesawat yang berada di bumi. Pesawat ini memiliki ribuan rectenna (rectifying antenna) yang berjajar di permukaan atas pesawat dan berfungsi untuk menangkap gelombang mikro tersebut dan mengubahnya menjadi energi listrik. Teknik ini mirip dengan teknik tractor beam yang digunakan dalam film fiksi ilmiah Star Trek.
            Pesawat yang ditarik dari angkasa ini memiliki diameter yang jauh lebih besar dari pesawat yang menggunakan sinar laser untuk mendorongnya terbang. Ini disebabkan banyaknya rectenna yang dibutuhkan untuk menerima gelombang mikro yang dikirimkan stasiun luar angkasa tadi. Pesawat yang disebut microwave lightcraft ini berbentuk seperti piring terbang (flying saucer) yang selama ini dibayangkan sebagai UFO (Unidentified Flying Object) atau pesawat tak dikenal yang membawa makhluk asing ke bumi.
            Saat hendak lepas landas, listrik yang dihasilkan dari konversi gelombang mikro digunakan untuk mengionisasi udara sehingga pesawat bisa terangkat. Saat itu udara di sekitar pesawat dipanaskan sehingga pesawat bisa melewati kecepatan suara. Kecepatan maksimum pesawat bisa mencapai 50 kali kecepatan suara! Pesawat yang bisa menyaingi kepopuleran UFO ini dilengkapi dengan dua magnet berkekuatan super. Pada kecepatan hipersonik ini sebagian energi gelombang mikro yang berhasil ditangkap oleh rectenna digunakan juga untuk kedua magnet tadi (mesin elektromagnetik). Mesin elektromagnetik ini digunakan untuk mempercepat partikel-partikel udara yang mengalir di sepanjang pesawat (slip stream). Dengan mempercepat slip stream pesawat canggih ini dapat terbang pada kecepatan hipersonik tanpa menghasilkan sonic boom (ledakan sonik). Ini berarti pesawat yang mirip UFO ini dapat meluncur dengan tenang tanpa suara sedikitpun. (Yohanes Surya)


0 comments:

Post a Comment